Sabtu, 25 September 2021
Ready Minyak Zaitun&Madu
Senin, 14 Juni 2021
Hukum Dropship
Haramkah Sistem Dropship?
Sistem dropship menuai kontroversi dalam Islam karena barang tidak dimiliki langsung oleh si dropshipper. Dalam islam barang yang dijual harus dimiliki oleh penjual, kecuali pada akad-akad yang dikecualikan oleh Rasulullah.
Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.‘” (HR. Abu Daud)
Lalu apakah berakhir kesimpulan bahwa jual beli dropship itu haram?
Ustadz Dr. Oni Sahroni حفظه الله menjelaskan dalam buku terbarunya yang berjudul Fikih Muamalah Kontemporer bahwa jual beli dropship diperbolehkan dalam islam. Namun, ada 3 catatan untuk sistem tersebut agar sesuai dengan ketentuan syariah
1. Produk yang diperjual belikan harus halal dan jelas spesifikasinya
Dropshipper harus memastikan bahwa barang yang ia jual dari supplier adalah barang yang halal dan jelas spesifikasinya. Jangan sampai ada ketidakjelasan baik dalam hal kondisi barang maupun harga barang tersebut. Karena Rasulullah melarang jual beli yang mengandung gharar/ketidakjelasan (H.R. Muslim). Begitupula antara dropshipper dengan pembeli, si dropshipper harus bisa menjelaskan kondisi barang yang ia jual dengan sejelas-jelasnya.
2. Memenuhi unsur ijab qabul (shigat)
Unsur ini menunjukkan adanya keridhaan antara kedua belah pihak dalam transaksi jual beli. Berdasarkan mazhab Syafi’iyah, jual beli dropship bisa menyebabkan terjadinya perpindahan kepemilikan meskipun hanya dengan akad, sebagaimana pendapat ulama : “Pembeli memiliki barang dan penjual memiliki harga barang dengan sekedar akad jual beli yang sah dan tanpa menunggu adanya serah terima (taqabudh)”
3. Akad antara dropshipper dengan pembeli adalah jual beli tidak tunai dan antara dropshipper dengan supplier adalah akad ijarah (jual-beli jasa)
Disebut tidak tunai dikarenakan barang yang dibeli tidak langsung disediakan oleh si dropshipper. Si dropshipper perlu menyampaikan pembelian tersebut kepada si supplier. Adapun antara dropshipper dengan supplier adalah akad ijarah. Karena dropshipper mendapatkan ujrah(upah) atas usahanya dalam memasarkan produk si supplier.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa sistem jual beli dropship dalam islam adalah diperbolehkan dengan memenuhi 3 ketentuan tersebut. Bandingkan juga dengan pendapatnya Ustadz DR. Erwandi Tarmidzi حفظه الله yang senada dengan itu, bahwasanya meskipun hukum asal sistem dropship dibolehkan, namun bisa menjadi haram jika pada praktiknya melanggar syariat.
Catatan Tambahan :
Setelah cukup lama mengamati bisnis jual-beli online, ternyata sistem dropshipping yang dilakukan lewat berbagai aplikasi saat ini banyak menimbulkan permasalahan dari segi syariat islam. Misalnya saja transaksi dropshipping di marketplace, Dropshipper umumnya menjual barang yang belum dimiliki tanpa akad yang syar'i dengan pemasok barang (suplier). Dia juga tidak tahu kondisi asli barangnya karena belum pernah beli sampelnya, belum pernah melihatnya secara langsung, dan tidak tahu persis lokasi asli barang ada dimana. Karena itu saat menjelaskan ke calon pembeli, si Dropshipper hanya mengandalkan “katanya supplier”, yang juga dia sendiri tidak tau seberapa jujur si supplier dalam menjelaskan barangnya, ia hanya mengandalkan persepsi sendiri berdasarkan foto yang diambil dari postingan/diberikan oleh supplier. Praktik semacam ini mengandung unsur gharar yang dilarang syariat.
Akibat lain yang seringkali terjadi dimana si Dropshipper mengira bahwa dia mengorder barang dari suppliernya langsung (pemilik barang), tetapi kenyataannya si supplier juga mengorder barang dari Dropshipper lain. Sehingga terjadilah semacam makelar di atas makelar. Hal semacam ini juga dilarang dalam syariat karena barang sejatinya hanya berpindah sekali saja, yakni saat dikirim oleh supplier utama ke pembeli, sementara akadnya bisa berkali-kali yang di dalamnya melibatkan beberapa dropshipper.
Itulah sekelumit sisi gelap dari menjual barang yang tidak kita miliki dengan cara dropshipping. Dalam banyak kasus, pembeli seringkali dirugikan akibat permasalahan yang muncul di atas.
Copy dari komunitas Anti Riba Indonesia @FB